Pangkalpinang — Aspirasipos.com, Dirambahnya Kawasan Hutan di Desa Ketap Jebus Bangka Barat oleh para penambang liar tentunya mencederai ekosistem hayati area setempat, dimana bukan saja kerusakan alam lingkungan yang terjadi. Namun disinyalir akan menimbulkan efek berkepanjangan seperti musibah banjir bandang yang sering menimpa warga setempat, Rabu (03/06/2020).
Di kesempatan berita kali ini redaksi mewawancarai Direktur Eksekutif WALHI Babel Jesik, Ia mengatakan bahwa kawasan Hutan Lindung Desa Ketap di Kecamatan Jebus diketahui merupakan tempat bertelurnya beberapa jenis sumber daya hewani yang selama ini merupakan mata pencaharian nelayan, daerah pesisir wilayah ini merupakan tempat bertelur dan pembesaran udang dan ikan.
“Selama ini, wilayah ini dijaga dan dilestarikan oleh para nelayan karena selain kesadaran nelayan akan pentingnya wilayah ini seperti yang disebutkan di atas tadi, wilayah ini juga berperan sebagai barier agar air laut tak masuk terlalu jauh ke daratan dan terjadi abrasi. Hanya saja dalam proses perlindungan kawasan ini WALHI melihat seperti adanya upaya pembiaran terhadap penegakan hukum terkait penambangan ilegal, di kawasan laut pun kawasan lindung di kawasan hutan, tidak hanya di Jebus melainkan diseluruh wilayah Bangka Belitung,” urai Jesik.
Kata Jesik, selama ini sering terjadi konflik horizontal antara penambang dan nelayan serta masyarakat sekitar tambang. WALHI berharap kedepan, penegakan hukum harus merujuk pada peta kawasan adaptif dalam hal me-mitigasi aktivitas penambangan ilegal.
“Terlepas dugaan para cukong memakai sistem ijon maupun tidak, harusnya ini menjadi fokus utama penertiban oleh aparat penegak hukum. Di sisi yang lain, banyaknya pekerja yang dirumahkan/PHK akibat wabah covid, dan terus menurunnya nilai tukar hasil produksi masyarakat seperti karet, lada, dan cabe, hal ini juga bisa menjadi indikator terjadinya penambangan ilegal. Menjadi penting bagi Pemprov Babel dan aparat penegak hukum untuk melihat situasi saat ini secara utuh agar dapat meminimalisir potensi penambangan ilegal tersebut,” beber Direktur WALHI Babel.
Baca Juga : Balai Gakkum Pelaku Diancam Pidana 3 Tahun
Malah Dalam UU Minerba baru, lanjut Jesik, sanksi pidana sayangnya justru dikurangi jadi 5 tahun dari yang sebelumnya 10 tahun pidana kurungan. “Pun pasal (pasal 165 UU Minerba lama) yang memberikan sanksi pidana kurungan bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya dan mengeluarkan izin pertambangan yang bertentangan dengan UU dipidana maksimal 2 tahun dihilangkan. Tentunya hal ini membuka peluang korupsi,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu pejabat Pemkab Bangka Barat, yakni Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Ridwan, saat dimintai konfirmasi mengatakan singkat bahwa pihak media lebih baik lakukan konfirmasi ke Dinas Kehutanan Provinsi, karena hutan kewenangan provinsi.
“Tanggapan saya pasti sama dengan tanggapan anda, saya tidak mau menanggapi yang bukan kewenangan kabupaten, maaf ya lagi di kebun,” tukas Kepala Dinas. (red6).