Aspirasipos.com, Jakarta – Dalam laporan Indeks Demokrasi 2022 yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2023, Demokrasi global menunjukkan penurunan dan stagnasi dibandingkan dengan lima hingga sepuluh tahun lalu. Fenomena ini terjadi secara global dan tercermin dalam skor masing-masing wilayah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam acara Democracy Dialogue yang diselenggarakan oleh The Jakarta Post pada Senin (7/8/2023) mengatakan, rata-rata skor regional Asia dan Australia tahun 2022 masih sama dengan tahun sebelumnya yaitu 5,46. Indonesia sendiri mencetak skor 6,72 atau masih sama dengan skor tahun 2021, namun telah meningkat secara signifikan dari skor 6,30 di tahun 2020.
“Berdasarkan Democracy Report 2022 dari V-Dem Institute, menyatakan terjadi kemunduran kualitas demokrasi di Asia Tenggara yang mengarah ke rezim otokratis. Tapi Indonesia tidak akan mengalami rezim otokratis. Indonesia adalah salah satu negara multi partai di dunia,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulisnya.
Airlangga menjelaskan, terdapat bukti yang menunjukkan hubungan yang kuat dan interaktif sepanjang sejarah antara demokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebuah studi yang dilakukan oleh MIT menunjukkan bahwa negara-negara yang beralih ke pemerintahan demokratis mengalami 20% peningkatan PDB selama periode 25 tahun, dibandingkan dengan apa yang akan terjadi jika mereka tetap menjadi negara otoriter.
Ini menunjukkan bahwa membutuhkan waktu dan kemajuan yang stabil bagi demokrasi untuk meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat.
Ia menambahkan, Menjalani Keketuaan ASEAN di tahun 2023, Indonesia ingin memimpin dengan memberi contoh sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan sekaligus terbesar di kawasan ASEAN. Penting bagi seluruh pemimpin untuk mengutamakan kerja sama dan dialog dalam menjaga stabilitas nasional, mencapai kemakmuran, dan menjaga demokrasi. Indonesia percaya bahwa dalam jangka panjang, demokrasi akan membawa manfaat yang luar biasa bagi Indonesia sebagai sebuah bangsa.
“Stabilitas politik akan menentukan apakah Indonesia akan menjadi negara berpendapatan menengah atau Indonesia akan menjadi negara berpenghasilan tinggi, dengan pendapatan per kapita di atas USD10,000. Dan juga dengan kepemimpinan Indonesia dalam G20 dan ASEAN,” jelas Airlangga.
Menurut Airlangga, mengenai perkembangan hubungan Indonesia sebagai salah satu key partner dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dimana OECD yang beranggotakan negara maju senantiasa mempromosikan standar regulasi dan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Ia menerangkan bahwa Indonesia saat ini tengah berfokus untuk mendorong pemanfaatan keunggulan demografis Indonesia yang akan mencapai puncaknya dalam kurun waktu 13 tahun atau pada tahun 2035.
“Ini dapat menjadi potensi bagi Indonesia untuk menjadi negara ekonomi terbesar di dunia dengan memanfaatkan bonus demografi ini,” pungkas Menko Airlangga.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2021, Cofounder and Publisher of The Jakarta Post, CEO The Jakarta Pos, Chief Editor of The Jakarta Post, dan Executive Director of the Center for Strategic and International Studies.(*)