KILAS DAERAHPeristiwa

Letkol Laut Fajar (PM): Perlu Penataan Perizinan dan Solusi Bagi Warga Penambang

Pangkalpinang Aspirasipos.com — Perairan Teluk Kelabat Dalam memiliki empat buah tanjung, yakni Tanjung Penyusuk, Tanjung Melata, Tanjung Ruh dan Tanjung Matong. Kedalaman perairan di Teluk Kelabat Dalam kurang dari 10 meter. Bahkan sekitar 5 kilometer dari garis pantai [mangrove], pembatas Taman Nasional Gunung Maras, Jumat 6/08/2021.

Belakangan ini, perairan yang berbatasan langsung dengan dua Kabupaten (Bangka Barat dan Bangka) ramai pemberitaan terkait maraknya aktifitas TI Rajuk yang disinyalir ilegal. Atmosfer pemberitaan seminggu ini dihujani informasi soal aktivitas para penambang.

sumber foto : KemenESDM

Meski begitu, praktek yang terjadi di lapangan bukanlah mulus seperti pipi Amanda Manoppo. Faktanya, bagai makan buah simalakama, jika secara aturan tegak lurus ditertibkan, akan mengorbankan anak bangsa bernama warga penambang. Jika dibiarkan tanpa aturan, anak yang lain warga nelayan perlahan tersingkir oleh agregasi IUP yang luasannya makin lebar.

Berkaitan dengan hal tadi, pendapat yang mendekati rasional datang dari seorang Perwira di Lanal Babel, Palaksa Lanal Babel, Letkol Laut (PM) Fajar Hasta Kusuma.

Ia menyebutkan, dalam rapat koordinasi yanh diikuti kemarin, Ia sebenarnya cuma membuka fakta saja bahwa seluruh peserta rapat yang hadir tidak bisa mengenyampingkan fakta soal sejarah pertimahan di Bumi Serumpun Sebalai.

Meski diakuinya saat ini kadang terjadi gesekan kecil antara warga penambang dan nelayan, namun jika melihat data sejarah pertimahan, seharusnya banyak pihak tidak serta merta menuding pertambangan dengan menggunakan Ponton Isap Produksi (PIP) sebagai pesakitan yang menghancurkan ekosistem perairan.

“Kenapa yang selalu diangkat adalah isu nelayan di Bakik? Ada catatan yang perlu diperhatikan. Soal lingkungan yang dirusak, mana datanya? Berapa kerusakan yang ditimbulkan selama ini, dan saya juga bertanya kok itu karamba-karamba ikan yang berdampingan dengan ponton penambang dapat hidup? Kan teluk kelabat ini sudah seperti halaman rumah saya sendiri,” terangnya.

Palaksa bilang, justru Bencana ekologi yang diciptakan oleh KIP (Kapal Isap Produksi — red) sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan PIP yang hanya beberapa meter kedalaman menambangnya.

“Saya cuma berharap agar pihak Pemerintah Provinsi Bangka Belitung harus bersikap lebih bijak lagi, dengan mengakomodir hajat hidup kedua kelompok masyarakat yang ada dalam naungannya. Provinsi ini dapat berkembang dan maju salah satunya karena daerahnya merupakan penghasil timah, dan bisa disebut sudah jadi tradisi sebagian besar masyarakat Babel untuk menambang timah secara turun-temurun,” imbuh dia.

Selanjutnya, menyoal Perda Zonasi atau RZWP3K, Fajar menilai bahwa sebuah Izin Produksi atau IUP munculnya tentu lebih dulu dibandingkan dengan Perda, dan IUP miliki kekuatan hukum lebih kuat karena sama-sama diketahui diatur oleh Pemerintah Pusat atau Kementerian ESDM.

“Saya hanya berharap agar aturan yang dibuat oleh Pemda Provinsi dan Bupati lebih menitikberatkan hajat hidup kelompok warga yang lebih banyak jumlahnya, dan mana yang lebih bermanfaat untuk pembangunan,” urai dia.(red6)

Iklan

Related Posts

1 of 692