Terkait Aktivitas Penambangan KIP Laut Matras
BAaNGKA BELITUNG – Sampai saat ini masyarakat nelayan desa Matras Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) masih terus bertahan di kamp posko nelayan di pantai Matras sebagai titik kumpul massa nelayan yang tetap menolak Kapal Isap Produksi (KIP) milik mitra PT Timah yang beroperasi di perairan laut Matras.
Tuntutan masyarakat nelayan desa matras menolak kehadiran KIP di Laut Matras bukan tak mendasar, selain mata pencaharian mereka terganggu rupanya masyarakat nelayan sudah pernah melakukan pertemuan dengan pengusaha mitra PT.Timah di ruang Rapat paripurna DPRD Kabupaten Bangka beberapa waktu yang lalu, (10/10/2020).
Pertemuan tersebut sedianya menjadi catatan penting bagi Mitra PT. Timah dan PT.Timah itu sendiri serta pihak terkait lainnya sebelum dilakukan sosialisasi terlebih dahulu melakukan penambangan di wilayah perairan laut Matras.
Kepada Pers Babel, Bujang Musa SH MH selaku Ketua Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Kabupaten Bangka mengungkapkan apa yang telah dilakukan oleh PT. Timah sebagai pemilik IUP dan Mitra PT.Timah dalam melakukan penambangan di wilayah laut Matras itu sudah keliru dan sama sekali tidak menghargai keputusan DPRD Kabupaten Bangka dan tidak pernah menghargai aspirasi Masyarakat Nelayan yang menolak masuknya KIP di wilayah Laut Matras.
” Saya menilai PT.Timah dalam hal ini sama sekali tidak menghargai keputusan yang diambil saat rapat di DPRD Bangka, hasil rapat di DPRD Bangka itu memutuskan agar jangan ada KIP yang masuk dan beroperasi di laut Matras sebelum ada Kesepakatan dengan masyarakat nelayan setempat”. Ungkap Bujang Musa yang juga sebagai Advokat/pengacara hukum masyarakat nelayan Matras, Jum’at (13/11/2020).
Kemudian lanjutnya, “Sangat disesalkan pada hari yang sama sekitar pukul 15.30 Wib Masuklah KIP yang akan melakukan penambangan di laut Matras”, ungkapannya lagi.
Bujang Musa menambahkan bahwa apa yang dilakukan pengusaha maupun PT Timah meminta dukungan 22 Ormas/LSM di Kabupaten Bangka Induk itu adalah tindakan yang keliru, karena dalam hal ini LSM/Ormas tidak ada kepentingannya karena yang terdampak langsung itu adalah masyarakat nelayan bukan mereka.
” Harusnya PT Timah maupun mitranya jeli melihat situasi yang ada, masyarakat yang terdampak ini adalah nelayan bukan Ormas/LSM, dimana hati nurani pejabat PT Timah yang sudah merebut hak-hak para nelayan desa Matras, dan mau jadi apa anak-anak mereka nantinya, jika orang tua mereka yang bekerja sebagai nelayan dipaksa untuk tidak melaut mencari ikan karena wilayah mereka mengais rejeki sudah dihancurkan oleh kebijakan -kebijakan PT Timah yang pro ke pengusaha dan mengabaikan hak-hak para nelayan desa Matras ” Tanya Bujang Musa dengan nada tinggi.
Selain itu ia menyinggung Kepmen Esdm nomor 1827K/30/2018 yang didalamnya tertulis dan mengatur soal sosialisasi yang harus dilakukan pemilik IUP kepada masyarakat setempat yang terdampak, namun sepertinya dikesampingkan oleh PT Timah dan mitranya.
Dijelaskannya, jika mengacu kepada Kepmen diatas menurut Bujang Musa pasti tidak akan terjadi hal-hal seperti sekarang ini, masyarakat nelayan Matras tentunya tidak akan melakukan aksi demo sampai ke atas kapal untuk menyampaikan aspirasi mereka.
” Aturan dalam Kepmen Esdm tersebut sudah jelas adanya, jika mereka yang terkait memperhatikan dan memutuskan sebuah langkah yang bijaksana dengan memperhatikan hak-hak hidup manusia seperti yang tersirat dalam UUD 1945 maka Indonesia akan sejahtera dan Babel akan lebih baik lagi kedepannya “, Tukasnya.
Sementara itu, pantauan Pers Babel di pantai Matras posko/kamp massa nelayan tadi pagi bahkan sampai sore (Jumat, 13/11/2020), ratusan massa masyarakat nelayan masih terus menggelarkan aksi demonya dengan berorasi, dan sejumlah spanduk yang intinya bertuliskan mereka menolak adanya KIP milik mitra PT Timah beroperasi dan minta segera sejumlah KIP itu meninggalkan perairan laut Matras.
Ratusan masyarakat nelayan yang menggelar aksi demo dan beroperasi banyak didominasi kalangan perempuan yakni ibu-ibu (emak-emak) istri dan anak perempuan para nelayan dari desa Matras dan sekitarnya.
Bahkan dalam aksi demo sebelumnya puluhan emak-emak itu dengan berani menggunakan perahu yang berukuran kecil menaiki salah satu kapal isap produksi (KIP) dengan suara lantang meminta KIP itu berhenti bekerja dan segera meninggalkan perairan laut Matras, walaupun saat itu Kapal Isap telah dijaga sejumlah aparat Polisi dan TNI dengan bersenjata lengkap.
Namun sayangnya, aksi demo masyarakat nelayan sampai saat ini tidak mendapatkan empati atau perhatian kepala daerah baik dari Bupati Bangka dan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. Terkesan kepala daerah hanya menutup mata dan telinga seolah-olah tidak menggubris jeritan hati rakyat jelata.
” Padahal dulu bapak Mulkan sebelum terpilih menjadi bupati saat berkampanye sempat berjanji kepada masyarakat nelayan tidak mengizinkan kapal isap beroperasi di perairan laut Sungailiat, dan itu masih ada link beritanya memuat statemen pak Mulkan, ” Pungkas Mat Dras (50) warga desa Matras. (Rd1)