Oleh Hersubeno Arief
Indonesia memasuki darurat corona. Bukan hanya karena eskalasi korban yang terpapar maupun yang meninggal dunia. Namun juga karena kesemrawutan penanganannya. Komunikasi publik pemerintah sangat buruk.
Rakyat bingung. Siapa sebenarnya yang harus didengar dan dipercaya? Siapa omongannya yang bisa dipegang dan perintah siapa yang harus dituruti?
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan tak akan melakukan lockdown. Berpikir ke arah itu pun tidak. Mendagri Tito Karnavian bahkan secara khusus menemui Gubernur DKI Anies Baswedan .
Tito mengingatkan bahwa kewenangan lockdown ada di pemerintah pusat.
Tiba-tiba saja Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona Ahmad Yurianto menyatakan, pemerintah pusat menyerahkan sepenuhnya penanganan virus corona di Jakarta kepada gubernur. Pemerintah tidak akan intervensi.
“Lha katanya sudah otonomi daerah. Ya silakan gubernur sebagai penguasa daerah mengatur semua itu,” tegasnya.
Apakah kewenangan penuh itu juga termasuk lockdown? Soal ini tidak begitu clear. Publik menangkapnya secara berbeda.
Sejauh ini yang ditangkap publik Anies Baswedan cenderung untuk melakukan lockdown. Hal itu tersirat dari berbagai pernyataannya. Termasuk sikapnya yang akan mengambil langkah agresif melawan corona.
Sebelumnya dalam Rapat Terbatas dengan tim Gugus Tugas Covid -19, Jokowi meminta agar segera dilakukan test cepat (rapid test) dengan cakupan yang lebih besar untuk deteksi dini kemungkinan warga terpapar virus.
Rapid test nampaknya menjadi pilihan Jokowi untuk menghindari opsi lockdown.
Namun Kepala Gugus Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo mengakui pemerintah belum memiliki alat tersebut. Masih harus didatangkan dari berbagai negara.
Belakangan juru bicara Kementrian BUMN menyatakan sebagian peralatan rapid test sudah tiba. Namun rumah sakit rujukan yang ditunjuk harus membelinya.
Jauh sebelum Menkes Terawan diminta puasa bicara oleh istana, komunikasi dan pesan yang sampai kepada publik lebih kacau lagi. Ada kesan meremehkan dan menganggap enteng persoalan.
Beberapa pekan menghilang dari publik, Terawan kembali bikin heboh. Dia tampil dalam teledrama sembuhnya pasien 1,2 dan 3. Terawan membawa bingkisan oleh-oleh berupa jamu dari Jokowi. Teledrama itu dikecam publik dalam dan luar negeri.
Simpang siur informasi dan komunikasi publik yang acak-kadut semacam itu harus segera diakhiri. Publik harus mendapat kepastian. Siapa sebenarnya yang sekarang ini menjadi pemimpin? Siapa yang bertanggungjawab sepenuhnya atas perang terhadap corona.
Sekarang ini waktunya semua komponen anak bangsa bersatu padu, merapatkan barisan, bahu membahu menghadapi corona. Jangan sampai muncul kesan, ada yang mencari dan mencuri panggung. Sebaliknya juga jangan sampai ada yang merasa dan khawatir panggungnya dicuri.
Para buzzer pemerintah harus ditertibkan. Tidak perlu lagi mengadu domba Anies Baswedan dengan Jokowi. Tak perlu lagi mencari-cari kesalahan Anies karena khawatir bakal menyerobot panggung Jokowi.
Pendukung Anies juga tak perlu terlalu membangga-banggakan kinerjanya. Biarkan dia bekerja. Tanggungjawabnya sangat berat. Jakarta adalah episentrum corona.
Keberhasilan mengatasi corona di Jakarta, sama dengan menyelesaikan sebagian besar masalah Indonesia.
(Pangkopkamtib Corona)
Belajar dari pengalaman Orde Baru ketika mengalami situasi darurat, perlu sebuah lembaga dengan kewenangan yang kuat. Lembaga itu juga harus dipimpin figur yang kuat.
Presiden Soeharto ketika itu membentuk dan menunjuk seorang Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).
Seorang Pangkopkamtib punya kewenangan penuh mengendalikan situasi dan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu secara cepat tanpa hambatan birokrasi.
Yang harus benar-benar diperhatikan dan dijaga, dia tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan kekuasaan seperti masa Orba. Harus diawasi secara ketat jangan sampai terjadi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM.
Celah sekecil apapun adanya pelanggaran hukum dan HAM harus ditutup.
Saat ini Jokowi sudah menunjuk Kepala BNPB Letjen Doni Monardo sebagai Kepala Gugus Tugas Covid-19. Melihat situasinya sudah darurat, alangkah baiknya tugas dan kewenangannya diperluas. Menjadi semacam “Pangkopkamtib” penanganan virus Corona.
Tugasnya selain menjadi kepala gugus tugas penanganan virus corona, Doni juga bisa menjalankan peran koordinasi menjaga ketertiban dan keamanan, manakala opsi lockdown diberlakukan. Jokowi tinggal terima bersih saja.
Latar belakang militernya memungkinkan dia bisa dengan mudah berkoordinasi dengan TNI maupun Polri. Dia sangat paham kebutuhan dan pengerahan pasukan.
Sejauh ini kinerja Doni cukup bagus. Dia bisa sangat baik bekerjasama dengan Anies Baswedan.
Doni juga tak banyak bicara dan mengundang kegaduhan. Ketika bertemu Anies dia menyerukan semua kalangan untuk mengakhiri perdebatan yang tak ada ujungnya.
“Kita tidak perlu kita buang-buang energi lagi, kita kerjakan yang prioritas bisa kita kerjakan,” tegasnya. end
Sumber : Hersubeno Arief