BeritaBISNIS & PASARINFO BISNISINFOTEKInternasionalKABAR UTAMA

Otoritas Zimbabwe Belajar Fasilitas Pengelolaan Limbah Radioaktif di Indonesia

Aspirasipos, Jakarta – Pemerintah Zimbabwe belajar pengelolaan limbah radioaktif dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Saat ini Pemerintah Zimbabwe tengah mendanai pembangunan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif terpusat untuk mengatasi masalah keselamatan dan keamanan yang timbul dari penyimpanan limbah radioaktif yang tidak memadai. 

Fasilitas ini dirancang untuk menangani sumber aktivitas rendah dan tinggi, struktur fisiknya diharapkan selesai pada tahun 2024 dan akan beroperasi pada Desember 2024.

Hal ini disampaikan Director Regulation Services of Radiation Protection Authority of Zimbabwe (RPAZ), Innocent Maydia mengunjungi fasilitas nuklir BRIN dalam rangka Scientific Visit di Kawasan Sains dan Teknologi B.J. Habibie, Serpong, Senin (14/8/2023).

“Meskipun tidak ada instalasi nuklir di Zimbabwe dan tidak memproduksi sumber radioaktif sendiri, namun penggunaan radiasi mulai dari aplikasi industri untuk otomatisasi proses, pertambangan, pertanian, manufaktur, industri konstruksi, kedokteran, penelitian, dan keamanan, semua dibawah pengawasan RPAZ,” ujar Innocent Maydia.

Kegiatan ini berfokus dalam hal mempelajari perizinan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif, terutama penerapannya dengan fasilitas yang sedang dibangun, juga mempelajari keselamatan dan keamanan infrastruktur.

Scientific Visit merupakan kegiatan negara anggota International Atomic Energy Agency (IAEA) berkunjung ke negara anggota IAEA lainnya untuk mendapatkan informasi, pengetahuan dan pengalaman dalam hal ketenaganukliran.  

Head Technical Services of RPAZ, Amos Muzongomerwa mengungkapkan, alasan merka datang ke Indonesia sebagai bagian dari program kerjasama antara IAEA, Zimbabwe dan Indonesia dalam hal pengembangan pengelolaan limbah radioaktif.

“Saat ini kami dalam proses penyelesaian fasilitas pengelolaan limbah radioaktif,” jelasnya.

Ia berharap kedatangan ini menjadi pelajaran serta berbagi pengalaman tentang pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia yang dapat diaplikasikan di negaranya.

RPAZ sendiri merupakan regulator tunggal untuk sumber nuklir dan radioaktif yang dibentuk pada tahun 2004. Tugasnya adalah untuk melindungi manusia dan lingkungan dari efek radiasi yang berbahaya, menyediakan kerangka kerja legislatif yang memadai dan memungkinkan penggunaan bahan nuklir dan sumber radiasi secara aman dan selamat, memberikan perlindungan kepada para pekerja radiasi sesuai dengan standar internasional, memastikan perlindungan optimal pasien dari paparan radiasi bidang medis, serta mengawasi ekspor impor sumber radioaktif.

Pada kunjungan ini, delegasi dari Zimbabwe tersebut akan mempelajari proses dan alur pengolahan limbah nuklir di Indonesia yang nantinya dapat diaplikasikan di negaranya.

Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTDBBNLR) BRIN, Syaiful Bakhri menyampaikan bahwa kunjungan Scientific Visit IAEA ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan, dimana tahun sebelumnya yang datang adalah perwakilan dari Kamboja.

“Kami harap pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki dapat bermanfaat dalam pengembangan pengelolaan limbah radioaktif yang sedang dibangun disana serta sangat terbuka dan berharap masukan-masukan untuk fasilitas yang kami miliki, dalam upaya peningkatan fasilitas pengelolaan limbah disini menjadi lebih baik,” harapnya.

Sementara itu, Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) BRIN, Suryantoro menerangkan proses pengolahan limbah radioaktif di Indonesia dibagi menjadi 4 macam metode.

Pertama peluruhan aktivitas khusus untuk radionuklida dengan waktu paruh sangat pendek, kedua perubahan komposisi dilakukan dengan proses pembakaran, flokulasi, koagulasi, dan pertukaran ion, ketiga pengurangan volume dilakukan dengan proses evaporasi, kompaksi, pembakaran, dan pertukaran ion, dan keempat pengkondisian yaitu dengan proses penambahan semen dan kapsulasi. 

“Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan DSRS ke negara asal jika memungkinkan, namun jika pemulangan tersebut tidak memungkinkan karena beberapa alasan, DSRS akan dialihkan dan dikelola oleh Instalasi Pengelolaan Limbah Radioaktif (IPLR)-DPFK BRIN. Jika DSRS tidak dapat digunakan kembali dan/atau didaur ulang, maka IPLR -DPFK BRIN harus memprosesnya menggunakan metode peluruhan aktivitas dan pengkondisian,” jelas Suryantoro. 

 “Kami juga memiliki Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang mengurusi perizinan dan pengawasan di bidang ketenaganukliran, Fasilitas Pengelolaan Limbah Radioaktif di Indonesia sudah terpusat,” pungkasnya.(*)

Related Posts

1 of 715